Senin, 15 April 2019

Kita Adalah Produk Kecewa Dari Fananya Dunia

Disudut desa, kulihat gadis kecil menatap langit dengan sejuta harapan di matanya.

Ia meraung pada gunung yang jelas-jelas tuli.
Dengan polosnya ia berharap lava bisa menghangatkan tubuhnya.
Padahal semua itu hanya akan membuatnya terbakar, hancur, punah.

Lalu dia berkata:
"Aku kedinginan, aku kesepian, aku mengiba pada senja namun dia hanya datang sementara, aku menangis pada hujan namun dia hanya berpura-pura ada, aku meminta kehangatan pada matahari namun dia selalu meninggalkanku sendiri saat malam menghampiri, aku meraung pada gunung berharap dia bisa melindungi gadis kecil sepertiku di dalam perutnya yang besar. Aku lelah, dunia seolah mengejarku dan menitikkan sejuta masalah yang semakin membuatku kecil"

Lalu akupun menjawab:
"Kau tidak kecil, hanya saja menyerahmu pada masalah yang membuatmu merasa kerdil. Untuk apa kau berharap pada semua yang bisa lenyap? Kau lelah? Aku dan merekapun sama. Kita hanyalah produk kecewa dari fananya dunia, lantas mengapa kau juga berharap kedamaian pada sesuatu yang berada di dunia? Mengapa kau tidak berharap pada sang Maha Harap, Dia lah pemilik senja, langit, hujan, matahari, gunung dan bahkan dirimu sendiri. Sudah cukup! Jangan lakukan hal bodoh yang akan membuat memar di hatimu semakin nyeri, kau terluka karena harapan yang tidak sesuai realita, maka janganlah mencoba untuk kembali berharap pada luka yang baru. Kau tidak kecil, kau tidak kecil."

Sampai sini, paham?

Sabtu, 19 Januari 2019

Teruntuk Jiwa yang Lelah, Mengeluh Hanya Akan Membuatmu Lemah, Bangkitlah!

Hidup memang bergelombang, ombak kesedihan dan kebahagiaan pasti datang silih berganti. Ada saat di mana kita berada di titik lemah. Merasa lelah dengan apa yang sedang kita lalui dan ingin berhenti sejenak dari peliknya dunia. Mari, kita rileks dan mulai merenung.
“Jika kamu bertanya tentang siapa manusia yang paling sok kuat di dunia ini, maka jawabannya adalah aku.
Inilah aku dengan segala kepalsuan yang aku tunjukkan. Mulai dari senyuman, kebahagiaan, bahkan bisa jadi segalanya. Aku yang dengan pandai memberi motivasi kepada mereka, namun tak sadar jika diri sendiri pun sulit untuk melakukannya.
Aku yang selalu dijadikan sandaran tanpa sadar aku pun tidak punya bahu untuk bersandar. Telingaku yang selalu sigap mendengarkan tanpa sadar aku pun tak punya telinga untuk mendengar ceritaku. Aku yang selalu hadir dengan senyuman tanpa peduli seberapa banyak luka yang aku sembunyikan di dalamnya, sungguh betapa munafiknya diri ini.
Terkadang aku selalu mengeluh dengan apa yang terjadi, ketika teman sebayaku bisa melakukan kegiatan layaknya seumuran mereka, namun apa daya aku tak seberuntung mereka. Lagi-lagi aku selalu merasa jika dunia ini tidak adil, dan itu adalah penyakit terbesar dalam hatiku.”
Pernah merasa ada di posisi itu? Kurasa, hampir setiap orang pernah ada di sana. Bergulat dengan diri sendiri, mencari solusi agar bisa berhenti menyakiti diri sendiri. Iya, mengeluh hanya akan menyakiti diri sendiri. Membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain bisa menimbulkan sifat iri dan dengki yang akhirnya hanya akan menyusahkan diri.
Solusi yang aku temukan adalah bersyukur, karena tolok ukur kebahagiaan adalah rasa syukur. Porsi kebahagiaan atau definisi bahagia menurut seseorang itu akan berbeda-beda, sebanyak apapun kebahagiaan yang kita dapat, jika kita tidak memiliki rasa syukur, maka semua itu akan tetap terasa kurang.
Sebaliknya, sekecil apapun kebahagiaan yang ada di hidup, jika kita memiliki rasa syukur yang besar maka sejatinya kebahagiaan pun akan sebanding dengan rasa syukur itu. Percayalah, Allah tidak pernah tidur terlebih untuk hamba-Nya yang tidak pernah kufur.
Jika kita melihat kehidupan orang lain yang jauh lebih mewah, atau merasa bahwa mereka lebih beruntung, lalu terbesit rasa iri di benak hati. Ayolah! Kita olah rasa iri itu menjadi motivasi. Sampai kapan kita akan terpuruk melihat kebahagiaan orang lain? Tanpa sadar, begitu banyak nikmat yang sebenarnya tidak kita syukuri.
Dunia ini fana, apapun yang kita lihat lewat mata belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Apalagi lewat media sosial, duh jangan dulu iri, banyak manipulasi, percayalah. Hidup dengan pola kita sendiri, berjuang semampunya, bersedih secukupnya, dan bersyukur sebanyak-banyaknya, maka kita akan menemukan bahagia yang tiada hentinya.
Kata siapa kita tidak boleh bersedih? Boleh, asal jangan terlalu berlebihan, sewajarnya saja. Toh, berlarut-larut dalam kesedihan hanya akan membuatmu terombang-ambing dalam pikiran negatif. Jangan pula media sosial kamu jadikan sebagai pelampiasan, tak usah kamu bercerita padanya, no one care, you know?
Carilah pundak yang bisa menenangkanmu, jika tidak punya jangan khawatir, bukankah kita punya Allah yang selalu menyayangi dan selalu ada untuk kita? Allah lebih tahu apa yang kita rasakan lebih dari kita, dan Allah juga tahu cara terbaik agar kita kembali bahagia. Cukup mendekat pada-Nya, sedihmu akan segera reda, percayalah.
Tentang pencapaian atau kesuksesan, semua akan mendapatkan jatahnya masing-masing. Nikmatilah prosesmu sendiri meskipun panjang, yang sukses duluan mungkin perjuangannya lebih sepadan, kamu harus ingat itu. Dan tentang sesuatu yang tidak kamu miliki tapi orang lain miliki, jangan dulu iri, mungkin bahagiamu bukan ada di sana, yang terbaik untukmu telah Allah bungkuskan dengan rapi, takdir-Nya selalu indah pada waktunya, percayalah, kita hanya bisa berjuang, berdoa dan berusaha.
Bagaimana? Sesakmu sudah sedikit terobati? Tersenyumlah, kebahagiaan telah menunggumu. Jangan bersedih, jangan mengeluh. Jemput bahagia dengan rasa syukur.
 Allah tahu kamu mampu.

Minggu, 16 Desember 2018

Gagal masuk PTN? Tenang, Ini Beberapa Pilihan yang Bisa Kau Ambil.

Kuliah itu tidak wajib, tapi menuntut ilmunya lah yang wajib.

Masa SMA-mu akan segera berakhir, kehidupan yang sebenarnya akan segera dimulai. Kau harus sudah mempunyai rencana tentang lanjut kemana, kerja dimana, berkarya apa, dan akan menjadi apa.

Jika kau memutuskan untuk lanjut kuliah, yang akan kau hadapi adalah dunia pendidikan. Sama seperti yang kau alami di SMA, hanya saja kemampuanmu akan benar-benar terfokus pada satu pelajaran. Yang akan kau temui masih sama seperti SMA, lingkungan pengajar yang kini bergelar dosen, dan kakak kelas yang disebut kakak tingkat. Yang harus kau siapkan adalah pengetahuan untuk masuk ke universitas mana yang kau inginkan, terlebih jika universitas itu adalah universitas favorit. Bukan hanya kemampuan otak, tapi mental yang kuat.

Segala usaha akan kau lakukan untuk menjadi bagian dari mahasiswa disana, mulai dari mengikuti SNMPTN, jika kau gagal maka selanjutnya adalah SBMPTN, dan jika kau gagal lagi maka usaha terakhir adalah mengikuti UM. Dan jika kau masih gagal, mungkin kau harus membuat pilihan antara masuk swasta,lanjut kerja atau kembali mencobanya tahun depan.

Semuanya bukan hanya tentang kekuatan otak, otot dan mental, tapi juga takdir. Sepintar apapun kamu, jika takdir berkata lain maka kau bisa apa? Bagi kalian yang beruntung, selamat, Perjuangan kalian akan kembali dimulai. Dan untuk kalian yang gagal, jangan menyerah, jangan menghakimi diri sendiri, ini bukan akhir dari kehidupanmu, kalian tidak sendiri:)

Pilihan pertama, masuk Perguruan Tinggi Swasta. Apa bedanya Perguruan Tinggi Negeri dengan swasta? Perguruan Tinggi Negeri memang banyak diminati, tapi kualitas Perguruan Tinggi Swasta juga jangan dipandang sebelah mata. Almamater hanya penunjang kesuksesan, sisanya kita yang tentukan. Seperti kata pepatah, Emas akan tetap menjadi emas walau di tempat sampah sekalipun. Fokus pada cita-citamu, cari ilmu sebanyak mungkin di tempat kau belajar sekarang, buka wawasan yang baru dan lihat peluang di sekitarmu.


Pilihan Kedua, lanjut kerja. Dengan ijazah SMA yang kau punya, mungkin pekerjaan yang akan kau dapat pun seadanya. Tapi jangan cepat menyerah, ini juga bukan akhir dari segalanya. Orang sukses tidak akan langsung menjadi Direktur, tentu saja semuanya berawal dari bawah. Hari ini kau mungkin hanya karyawan biasa, siapa tahu beberapa tahun yang akan datang kau akan menjadi pemilik suatu usaha. Dengan syarat, kau harus fokus pada pekerjaanmu dan juga tidak mudah puas dengan apa yang kau dapat, isi waktu luangmu untuk menciptakan karya atau mencari pekerjaan sampingan lainnya, anggap saja itu semua untuk tunjangan di hari tua.


Pilihan ketiga, lanjut kerja sambil kuliah. Setelah kau memutuskan untuk bekerja, jangan lupa bahwa menuntut ilmu itu wajib. Ambil kelas karyawan dan kembali menuntut ilmu. Sambil menunggu wisuda, kumpulkan pengalamanmu di dunia kerja. Agar ketika lulus sarjana, kau mempunyai nilai lebih. Bukan hanya ilmu dan gelar, pengalaman kerja pun telah kau dapat. Selain itu, beban orang tuamu pun akan berkurang. Hanya saja kau butuh banyak tenaga, kau dituntut untuk lebih bekerja keras dari yang lainnya. Waktumu akan terbagi dua, begitu pula dengan fokusmu. Tentu saja perjuanganmu akan lebih berat, tidak menjadi mahasiswa seutuhnya bukan berarti kau berbeda. Jika mahasiswa yang lain mengikuti banyak kegiatan kampus dengan tujuan untuk melatih mental, maka kau juga melakukan hal yang sama di dunia kerja. Mentalmu akan langsung kau praktekan di dunia kerja, bukankah tujuannya sama? Hanya saja karena waktumu yang sangat terbatas, waktumu bersama teman-temanmu pun hanya sekilas. Tak mengapa, semuanya memiliki nilai plus minusnya.


Pilihan terakhir adalah mencobanya tahun depan. Jika keinginanmu masih tetap kuat, keputusan untuk gap year bukanlah sesuatu yang salah. Kau bisa mencobanya tahun depan tentunya dengan persiapan yang lebih matang. Habiskan masa menunggumu dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain belajar, kau juga bisa berkarya, sesuai dengan hobi atau kemampuan yang kau punya, atau boleh jadi kau pun bisa mengisinya dengan magang, anggap saja untuk menambah bekal.

Jadi, kalian mau pilih yang mana? Apapun pilihan kalian pikirkan matang-matang. Semua pilihan memiliki nilai plus dan minusnya, tetap semangat dan jangan mudah menyerah. Apapun pilihan yang kau pilih, jangan sampai kau menghabiskan waktu mudamu untuk menjadi seorang pengangguran, stok orang pemalas di Indonesia sudah terlalu banyak, janganlah menjadi salah satu di antara mereka. Masa depanmu meminta untuk diperjuangkan, perjalananmu masih panjang, semangat:)

Kamis, 13 Desember 2018

Jangan Lihat Siapa Penulisnya, Tapi Lihat Apa Isi Tulisannya.

Menulis itu mudah, membuatnya terbit juga mudah, yang susah itu membuat ia dibaca oleh ribuan mata.

Menulis memang salah satu hobi yang bisa menghasilkan pendapatan. Entah itu berupa artikel, puisi, cerpen, novel maupun jenis karya lainnya. Bisa berupa tulisan di sosial media, koran, majalah atau bahkan jenis buku lainnya. Banyak penulis yang sukses dengan karyanya, namun tidak sedikit yang terpaksa harus berhenti di karya pertamanya.


Nasib penulis di indonesia sudah semakin mengkhawatirkan, mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk menulis, bahkan ada yang sampai rela mengorbankan waktu tidur nya demi menyelesaikan tulisannya. Namun, apa yang mereka terima tidak sesuai dengan perjuangan yang mereka lakukan.

Baik, disini kita tidak langsung berbicara tentang royalti yang di dapatkan oleh penulis. Kebanyakan penulis memang membutuhkan uang, namun tidak semua penulis menggantungkan hidup nya kepada profesi yang satu ini. Yang paling di butuhkan penulis adalah respon dari si pembaca agar bisa memberikan kritik dan saran atas karya yang telah mereka buat, hal ini bisa dijadikan tolak ukur sekaligus membakar semangat mereka agar menciptakan karya yang selanjutnya, dengan menerima masukan lalu memperbaiki nya tentunya.

Seperti yang telah kita ketahui, masyarakat kita memiliki tingkat keinginan membaca yang sangat rendah, ini merupakan penyebab pertama mengapa banyak sekali karya yang tidak memiliki banyak pembaca. Hal ini mungkin sangat sering di alami oleh penulis pemula yang belum memiliki nama dalam artian belum dikenal oleh banyak orang, karena tokoh penulis sangat berpengaruh atas karya nya. Ini adalah penyebab yang kedua, masyarakat kita memiliki cara penilaian yang dominan subjektif, sehingga yang mereka lihat itu penulis nya bukan tulisannya.

Kini sudah banyak penerbit yang menawarkan paket penerbitan gratis tanpa uang sepeserpun dan mendapatkan royalti yang lumayan jika buku mereka laku terjual. Penulis pemula bisa dengan mudah menyelesaikan naskah nya kemudian mengirimkannya ke penerbit yang mereka inginkan. Lalu setelah itu? Setelah buku mereka terbit apa yang mereka dapatkan? Keuntungan yang tadi di sebutkan akan mereka dapatkan jika buku mereka laku, jika tidak terjual maka karya mereka hanya akan di nikmati oleh penulis itu sendiri.


"Ah mungkin naskah nya saja yang tidak menarik makanya tidak laku terjual", kerap sekali ucapan itu muncul dari mulut pembaca buku-buku dari penulis ternama. Jelas sekali akan ada perbedaan dari karya penulis pemula dan karya penulis ternama, dari penggemar atau pembaca pun mereka sudah kalah saing. Lalu kalau sudah begini bagaimana penulis pemula akan maju? Jika pembaca saja tidak memberikan kesempatan untuk mereka mempromosikan karyanya.

Perlu di ingat, buku yang layak terbit ada seleksi terlebih dahulu, jadi tidak ada buku yang tidak menarik untuk dibaca dari penulis pemula, mereka semua berhak mendapat hak yang sama, hak untuk mendapatkan respon dari tulisannya.

Memang, menjadi penulis yang hebat itu perlu waktu yang lama dan karya-karya yang luar biasa. Namun jika karya pertama saja sudah tidak memiliki pembaca, kecil kemungkinan mereka akan semangat untuk membuat karya yang selanjutnya. Saya harap setelah membaca artikel ini paradigma pembaca akan sedikit berubah, semoga saja hati kecil mereka bisa terenyuh dan lebih bisa menghargai karya dari penulis kecil yang baru lahir seperti mereka.