Disudut desa, kulihat gadis kecil menatap langit dengan sejuta harapan di matanya.
Ia meraung pada gunung yang jelas-jelas tuli.
Dengan polosnya ia berharap lava bisa menghangatkan tubuhnya.
Padahal semua itu hanya akan membuatnya terbakar, hancur, punah.
Lalu dia berkata:
"Aku kedinginan, aku kesepian, aku mengiba pada senja namun dia hanya datang sementara, aku menangis pada hujan namun dia hanya berpura-pura ada, aku meminta kehangatan pada matahari namun dia selalu meninggalkanku sendiri saat malam menghampiri, aku meraung pada gunung berharap dia bisa melindungi gadis kecil sepertiku di dalam perutnya yang besar. Aku lelah, dunia seolah mengejarku dan menitikkan sejuta masalah yang semakin membuatku kecil"
Lalu akupun menjawab:
"Kau tidak kecil, hanya saja menyerahmu pada masalah yang membuatmu merasa kerdil. Untuk apa kau berharap pada semua yang bisa lenyap? Kau lelah? Aku dan merekapun sama. Kita hanyalah produk kecewa dari fananya dunia, lantas mengapa kau juga berharap kedamaian pada sesuatu yang berada di dunia? Mengapa kau tidak berharap pada sang Maha Harap, Dia lah pemilik senja, langit, hujan, matahari, gunung dan bahkan dirimu sendiri. Sudah cukup! Jangan lakukan hal bodoh yang akan membuat memar di hatimu semakin nyeri, kau terluka karena harapan yang tidak sesuai realita, maka janganlah mencoba untuk kembali berharap pada luka yang baru. Kau tidak kecil, kau tidak kecil."
Sampai sini, paham?
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Menulis itu mudah, membuatnya terbit juga mudah, yang susah itu membuat ia dibaca oleh ribuan mata. Menulis memang salah satu hobi yang bi...
-
Kuliah itu tidak wajib, tapi menuntut ilmunya lah yang wajib. Masa SMA-mu akan segera berakhir, kehidupan yang sebenarnya akan segera dimu...
-
Disudut desa, kulihat gadis kecil menatap langit dengan sejuta harapan di matanya. Ia meraung pada gunung yang jelas-jelas tuli. Dengan p...